ZMedia Purwodadi

Imbas Komentari Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat,Menteri Purbaya Yudhi Dinilai Arogan,Pengamat: Buruk

Table of Contents
Imbas Komentari Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat,Menteri Purbaya Yudhi Dinilai Arogan,Pengamat: Buruk

JagoanBlog.com Terkait komentar terkait gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dinilai arogan.

Sebelumnya, Purbaya mengatakan bahwa tuntutan yang disuarakan masyarakat dalam sejumlah aksi pada akhir Agustus 2025 lalu hanya datang dari sebagian kecil warga yang merasa belum puas dengan kondisi ekonomi saat ini.

Pernyataan tersebut disampaikan Purabaya setelah pelantikannya.

"Itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian ngerasa keganggu, hidupnya masih kurang," ujar Purbaya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (8/9/2025).

Kini, ia pun dituntut minta maaf.

Menanggapi pernyataannya, pengamat komunikasi politik Ubedilah Badrun menyebut cara komunikasi Menkeu Purbaya buruk dan perlu dikoreksi.

“Saya menyayangkan ternyata komunikasi publik Menkeu Purbaya buruk dan cenderung arogan, karenanya penting untuk segera dikoreksi,” kata Ubedilah, Selasa (9/9/2025), dikutip dari Kompas.com.

Menurut dia, momen pertama kali berbicara di hadapan publik sebagai Menteri Keuangan seharusnya bisa lebih baik.

“Padahal itu moment pertama kali ia berbicara di hadapan publik dalam posisinya sebagai Menteri Keuangan, itu sangat penting untuk dicermati,” ujar Ubedilah.

Dosen Sosiologi Politik UNJ ini juga mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Menkeu Purbaya dalam pernyataannya tidak bijak dan miskin empati.

“Saya sebut komunikasi publik Menkeu buruk karena miskin empati, tidak bijak dan tidak menyebutkan data,” pungkas Ubedilah.

“Sebab, Menkeu Purbaya mengatakan bahwa kritik publik saat ini dianggap aspirasi sebagian kecil rakyat yang hidupnya masih kurang,” sambung dia.

Ubedilah menyebut, jika dicermati secara mendalam aspirasi demonstran adalah aspirasi sebagian besar rakyat Indonesia.

Datanya menunjukan bahwa jika merujuk pada perhitungan World Bank jumlah penduduk miskin Indonesia itu sudah mencapai 68,3 persen dari total penduduk Indonesia.

Bila mengacu pada data tersebut, artinya pernyataan yang disampaikan Menkeu Purbaya tidak benar.

Ubedilah menyarankan agar sebaiknya Menkeu Purbaya segera meminta maaf dan mengklarifikasi terkait pernyataannya tersebut.

“Karena itu sebaiknya Menkeu Purbaya segera minta maaf telah melukai sebagian besar rakyat Indonesia yang saat ini sedang susah hidupnya,” kata Ubedilah.

“Selain itu penting untuk perbaiki secara serius gaya komunikasinya maupun substansinya,” lanjutnya.

Untuk diketahui, gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat muncul setelah demonstrasi di berbagai daerah pada Agustus 2025.

Pemicunya adalah protes terhadap kenaikan tunjangan DPR RI dan sikap anggota Dewan yang buruk dalam merespons kritik publik.

Di sisi lain, Purbaya Yudhi Sadewa mengaku memiliki target dari Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

Pernyataan itu disampaikannya usai pelantikan pada Senin (8/9/2025) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

"Saya deg-degan, berat banget. Optimis, jadi masa depan kita sangat cerah, domestic demand kita kuat asal dikendalikan dengan baik, kita bisa tumbuh dengan baik. 90 Persen domestic demand masak kita takut? Apalagi kalau baca enggak jelek-jelek amat sekarang," ujarnya.

Kendati demikian, ia menilai target pertumbuhan ekonomi tersebut akan dicapai secara bertahap.

Purbaya juga berencana membentuk tim khusus percepatan penyerapan anggaran seperti yang pernah diterapkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan awal pemerintahan Joko Widodo.

Namun, mungkinkah ekonomi Indonesia dapat mencapai 8 persen?

Ekonom dari Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menilai, pencapaian target pertumbuhan ekonomi tersebut bukan hal yang mudah.

“Jalan keluar untuk mencapai pertumbuhan tinggi dengan tim khusus penyerapan anggaran bukan hal mudah,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (9/9/2025).

Menurutnya, waktu yang tersisa secara efektif hanya 3 bulan, sementara arahan Prabowo sebelumnya adalah melakukan efisiensi anggaran. 

“Jadi efisiensi anggaran dulu yang seharusnya dievaluasi, baru penyerapan bisa lebih baik,” jelasnya.

Bhima menjelaskan, persoalan serapan anggaran justru banyak terjadi pada program prioritas pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

Padahal, MBG tingkat realisasinya masih rendah dan problematis. Jika didorong dengan operasional dan pengawasan saat ini, ia khawatir efek ekonominya kecil.

Sebagai alternatif, Bhima menyarankan agar Menteri Keuangan menempuh terobosan kebijakan yang lebih nyata. 

“Sebaiknya Pak Menkeu menurunkan tarif PPN menjadi 8 persen dan menaikkan PTKP di atas Rp 7 juta per bulan, supaya konsumsi rumah tangga bisa naik sebagai motor pertumbuhan ekonomi,” tutur Bhima.

Lebih lanjut, Bhima mengungkap sejumlah catatan penting untuk Menkeu baru terkait hal-hal yang harus diperhatikan ke depan.

"Pertama, pastikan strategi penerimaan pajak dilakukan dengan memperhatikan daya beli kelompok menengah dan bawah," ujar Bhima.

Hal itu dilakukan dengan menurunkan tarif PPN menjadi 8 persen, dan menaikkan PTKP menjadi Rp 7 juta per bulan. 

Selain itu, kebijakan pajak juga harus menyasar pada sektor ekstraktif, seperti pajak produksi batubara dan pajak windfall profit (anomali keuntungan). 

Untuk menekan ketimpangan dan memperbesar pemasukan, Bhima menyarankan pemberlakuan pajak kekayaan sebesar 2 persen bagi aset orang super kaya.

Terkait efisiensi anggaran, ia menilai perlunya kajian makroekonomi yang transparan serta tidak mengganggu pelayanan publik dan infrastruktur dasar. 

“Efisiensi yang salah dilakukan oleh Sri Mulyani harus dievaluasi ulang karena telah menimbulkan guncangan pada dana transfer daerah dan kenaikan pajak daerah yang merugikan masyarakat,” ungkap Bhima.

Bhima menyarankan, Menkeu baru segera melakukan restrukturisasi pada utang pemerintah.

Hal ini dilakukan dengan menekan beban bunga utang, membuka ruang debt swap for energy transition (menukar kewajiban utang dengan program transisi energi), debt swap for nature (menukar utang dengan konservasi hutan/mangrove/karst), dan debt cancellation.

Mencopot pejabat di Kementerian Keuangan yang melakukan rangkap jabatan di BUMN juga penting untuk dilakukan.

Pasalnya, hal itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan menghindari konflik kepentingan. 

Ia menuturkan, Menkeu baru juga perlu melakukan evaluasi seluruh belanja perpajakan (stimulus dan insentif fiskal) yang merugikan keuangan negara.

Perusahaan yang telah mendapatkan tax holiday dan tax allowances juga wajib diaudit baik laporan keuangan dan dampak yang dihasilkan bagi penyerapan tenaga kerja. 

"Tidak boleh lagi ada insentif fiskal yang memperburuk ketimpangan antara perusahaan skala besar dan pelaku usaha UMKM. Kami juga mendorong transparansi pemberian insentif fiskal secara berkala kepada publik," tegasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews JagoanBlog.com

Posting Komentar