Mengenal Daddy Issues: Dampak Psikologis pada Hubungan, Kepercayaan Diri, dan Kesehatan Mental

JagoanBlog.com – Daddy issues adalah tantangan yang dihadapi orang dewasa yang dapat timbul dari salah satu dari dua pengalaman masa lalu yang mungkin terjadi.
Pengalaman tersebut adalah tumbuh tanpa kehadiran ayah atau memiliki hubungan yang tidak normal atau buruk dengan ayah yang secara fisik hadir.
Terminologi ini sudah menjangkau cukup banyak telinga pendengarnya dan digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Tetapi banyak sekali yang memiliki pemahaman yang salah tentang masalah ini.
Sebagai contoh, seorang wanita yang memiliki hubungan romantis terhadap seseorang yang lebih tua langsung dicap memiliki daddy issue.
Bahkan sekedar mencari validasi saja bisa membuat mereka memiliki masalah ini.Padahal, daddy issue bukan sekadar tentang pilihan pasangan atau kebutuhan akan perhatian.
Lebih dalam dari itu, ia berkaitan dengan luka emosional, pola asuh yang tidak sehat, hingga perasaan tidak terpenuhi dari figur ayah di masa kecil.
Dampaknya pun bisa menjalar ke berbagai aspek kehidupan mulai dari cara seseorang membangun kepercayaan, menjaga harga diri, hingga kesehatan mental secara keseluruhan.
Ingin tahu lebih lanjut tentang daddy issues? Simak penjelasannya berikut ini yang dilansir dari Healthline dan Verywell Mind.
1. Penjelasan Psikologis Dibalik Daddy Issues
Perlu diluruskan dulu bahwa istilah ini sebenarnya bukan istilah medis resmi. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), kita tidak akan menemukan “daddy issues” sebagai gangguan mental yang diakui.
Hal ini pula yang membuat banyak pakar keberatan dengan penggunaannya. Salah satunya adalah Amy Rollo, seorang psikoterapis berlisensi sekaligus pemilik Heights Family Counseling di Houston, Texas.
Ia menegaskan bahwa ia tidak percaya dengan istilah “daddy issues” karena sering dipakai untuk meremehkan kebutuhan emosional, khususnya pada perempuan.
Pada dasarnya, setiap anak membutuhkan sosok dewasa yang konsisten dan dapat diandalkan untuk membentuk secure attachment atau keterikatan yang aman.
Jika hal ini tidak terbentuk—misalnya karena tidak adanya figur ayah atau hubungan dengan ayah yang penuh konflik—anak bisa mengembangkan pola keterikatan yang tidak aman, seperti avoidant (menghindar) atau anxious (cemas).
Nah, pola keterikatan yang tidak aman inilah yang kemudian sering kali muncul kembali di masa dewasa, terutama dalam hubungan romantis, dan secara salah kaprah dilabeli sebagai “daddy issues.”
2. Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Daddy Issues
Sebenarnya, istilah daddy issues sering kali berhubungan dengan pola keterikatan (attachment style) yang tidak aman.
Jika sejak kecil kebutuhan emosional tidak terpenuhi secara konsisten oleh orang tua atau figur ayah, hal itu bisa terbawa hingga dewasa dan terlihat dalam cara seseorang menjalin hubungan.
Beberapa tanda yang umum muncul antara lain:
Cemas saat tidak bersama pasangan – Seseorang bisa merasa gelisah atau khawatir berlebihan ketika pasangannya tidak ada di dekatnya.
Butuh banyak kepastian dalam hubungan – Mereka cenderung terus-menerus mencari validasi, misalnya dengan sering menanyakan apakah hubungan masih baik-baik saja.
Melihat konflik kecil sebagai tanda hubungan gagal – Sedikit masalah atau sikap negatif dari pasangan bisa langsung dianggap pertanda buruk atau akhir dari hubungan.
Menariknya, tanda-tanda ini tidak hanya muncul dalam hubungan romantis saja. Pola keterikatan yang tidak aman juga bisa memengaruhi hubungan pertemanan atau hubungan dekat lainnya.
Dalam psikologi, kondisi ini bisa disebut sebagai attachment disorder atau gangguan keterikatan.
3. Dampak dan Cara Menangani Daddy Issues
Daddy issues bisa memengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang. Dalam hubungan, sering kali muncul rasa tidak percaya, kecemasan berlebihan, hingga kesulitan menjaga kedekatan yang sehat.
Dari sisi pribadi, hal ini dapat menurunkan kepercayaan diri dan membuat seseorang selalu merasa kurang layak dicintai.
Jika dibiarkan, dampaknya bisa berlanjut ke kesehatan mental seperti stres kronis, kecemasan, bahkan depresi.
Kabar baiknya, kondisi ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa diatasi. Salah satu langkah penting adalah menyelesaikan masalah keterikatan (attachment issues) yang terbentuk sejak kecil.
Konseling dengan terapis – Bantuan dari terapis berpengalaman bisa membantu menemukan pola keterikatan yang terbawa ke masa dewasa dan bagaimana hal itu memengaruhi hubungan saat ini.
Membangun ulang keyakinan diri – Proses terapi sering kali melibatkan upaya untuk menyeimbangkan kembali keyakinan inti tentang harga diri, kemampuan untuk percaya pada orang lain, serta rasa kendali atas hidup sendiri.
Mengembangkan keterampilan regulasi emosi – Belajar mengenali, memahami, dan mengelola emosi akan membuat seseorang lebih siap menghadapi konflik tanpa harus kembali pada pola lama yang tidak sehat.
Posting Komentar