Refleksi 33 Tahun Dana Pensiun, Hanya Sedikit yang Berpikir tentang Masa Pensiun

Faktanya, hanya sedikit orang atau pekerja yang benar-benar berpikir dan mempersiapkan masa pensiunnya. Sebagian besar hanya mengikuti tradisi dan kebiasaan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Bekerja puluhan tahun tanpa mau menyiapkan hari tua akan seperti apa? Berangkat gelap pulang gelap, tanpa memahami bahwa cepat atau lambat siapapun pasti akan berhenti bekerja?
Refleksi 33 tahun dana pensiun. Sejak diundangkan dalam UU No. 11/1992 tentang dana pensiun. Lalu diperbaiki menjadi UU No. 4/2023 tentang P2SK. Kini dana pensiun sudah berusia 33 tahun lebih. Sebagai program pensiun sukarela, jumlah pesertanya sekitar 5 juta orang, aset yang dikelola berada di Rp. 391 triliun. Sulit mengukurnya, apa sudah sesuai harapan atau belum? Tapi bila dibandingkan industri baru di fintech atau pinjol, mungkin tingkat penetrasinya masih kalah.
Hanya sedikit orang yang berpikir tentang masa pensiun. Alhasil, 1 dari 2 pensiunan di Indonesia benar-benar mengandalkan transferan dari anaknya untuk biaya hidup di hari tua setelah pensiun (ADB, 2024). Survei lain menyebut 7 dari 10 pensiunan mengalami masalah keuangan di masa pensiunnya (bila tidak mau disebut jatuh miskin). Bahkan faktanya, 9 dari 10 pekerja hari ini sama sekali tidak siap untuk pensiun atau berhenti bekerja. Akibat tidak tersedianya dana untuk memenuhi kebutuhan hidup di saat tidak bekerja lagi.
Semua sepakat, tingkat literasi dana pensiun di Indonesia tergolong rendah. Hanya 27% dari total pekerja, berarti hanya 2,7 orang dari 10 pekerja yang tahu dana pensiun. Tingkat inklusi dana pensiun lebih parah lagi, hanya 0,05% atau tidak sampai 1 orang dari 10 orang pekerja yang punya dana pensiun. Katanya lagi, akses digital untuk dana pensiun sangat penting. Tapi buru-buru dibantah, katanya investasinya mahal dan belum tentu ada yang mau beli lewat digital. Belum dikerjakan sudah keburu "dipatahkan" dengan antitesis yang dibuat sendiri. Sementara peta jalan dana pensiun, menegaskan pentingnya kepesertaan dana pensiun di sektor informal dan perlunya digitalisasi pensiun. Terbukti sampai sekarang, hanya sedikit orang yang mau berpikir tentang dana pensiun. Tidak banyak yang mau "berpikir positif" dan mencari solusi untuk membantu pekerja Indonesia tetap punya kesinambungan penghasilan di hari tua.
Hanya sedikit orang atau pekerja yang benar-benar berpikir dan mempersiapkan masa pensiunnya. Sebagian besar hanya mengikuti tradisi dan kebiasaan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Mungkin kalimat itu terdengar kasar tapi patut direnungkan. Berapa banyak keputusan yang kita ambil benar-benar untuk menyiapkan masa pensiun? Seberapa banyak kita berpikir dan melakukan Tindakan untuk memandirikan secara finansial di hari tua? Tanpa perlu tergantung pada anak-anak. Dari belasan atau puluhan tahun bekerja, apa yang sudah kita persiapkan untuk masa pensiun kita sendiri?
Hanya sedikit orang yang benar-benar berpikir tentang masa pensiun. Itu berarti sangat sedikit pula yang mau menyiapkan masa pensiun. Lebih dari 33 tahun dana pensiun ada di Indonesia, boleh dibilang "hanya begitu-begitu saja". Begitulah dari dulu caranya. Cara yang biasa-biasa saja, cara melayaninya, cara mengelolanya, hingga cara mensosialisasikannya. Entah sampai kapan?
Urusan dana pensiun, soal hari tua dan masa pensiun. Banyak hal yang dilakukan bukan karena dipahami. Tapi karena diwariskan dan diterima begitu saja. Padahal, berpikir kritis atau membuat kreativitas itu bukan berarti "memberontak" terhadap regulasi. Tapi jadi bukti, kita pernah berpikir, berani mempertanyakan, dan memilih jalan dengan sadar. Untuk membuat keputusan yang lebih baik untuk masa pensiun. Sudahkah kita berpikir tentang masa pensiun dengan optimal? Atau sekadar tradisi atau kebiasaan saja selama ini? Salam #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun #SadarPensiun
Posting Komentar